Pernah dengar tentang Bagan ? Bagi sebagian orang nama ini memang mungkin tak sepopuler Yangon. Saya sendiri baru dengar nama Bagan setelah tinggal di Yangon. Waktu itu kami sedang acara kumpul dengan rekan satu organisasi tempat Pak Suami bekerja. Mereka yang telah lebih duluan tinggal di Myanmar hampir rata bercerita sudah pergi ke Bagan. Menurut mereka Bagan salah satu tempat yang paling indah mempesona di Myanmar yang wajib dikunjungi. Jangan sampai tak ke sana, begitu pesan mereka. Tentu saja saya jadi penasaran kemudian mencari tahu apa, di mana, dan bagaimana cara pergi ke sana?
Bagan adalah sebuah kota tua di Myanmar dan merupakan salah satu tujuan wisata yang paling favorit dan wajib dikunjungi jika datang berkunjung ke Myanmar. Bagan atau Pagan merupakan pusat kerajaan Buddha terbesar di masa lampu yang berada di pinggiran sungai Irrawaddy (Ayeyarwady). Ada sekitar 13.000 pagoda berada di lokasi yang luasnya sampai 42 km persegi ini. Di bawah kepemimpinan raja Anawhartha pada abad 9 pertengahan menyatukan Burma dalam kerajaan Buddha Teravada. Masa kejayaan Bagan berakhir tahun 1287 saat kerajaan Mongol menguasai dan menghancurkan kota tua Bagan. Sebagian pagoda sudah dipugar kembali dan penduduk lokal direlokasi ke New Bagan sebagai tempat tinggal. Sedangkan Old Bagan dijadikan cagar budaya dunia oleh Unesco. Selain sebagai objek wisata mendunia, Bagan juga tempat ziarah terbesar umat Buddha dari berbagai penjuru dunia.
Untuk menuju Bagan bisa ditempuh dengan naik bus,kereta api, ferry maupun pesawat terbang. Bagaimana baiknya silahkan dipilih sesuai dengan keinginan masing masing. Kami menggunakan dua jalur yang berbeda, perginya naik bus pulangnya naik pesawat. Untuk naik bus bisa beli tiket online atau di counter penjualan tiket bus di pinggir jalan. Banyak bus yang bisa jadi pilihan, mulai dari yang ekonomi sampai VIP.
Kami berangkat dari Yangon menuju terminal bus Aung Mingalar sekitar jam 18.00. Saat itu masih musim hujan, sekitar minggu pertama September. Ini catatan yang perlu diingat, baiknya jangan pergi ke sana di musim hujan karena musim hujan atau monsoon di Myanmar itu sangat tak nyaman pergi travelling. Hujan bisa sepanjang hari. Tapi kami sudah terlanjur beli tiket. Kami juga harus menyesuaikan jadwal cuti kerja Pak Suami. yang kebetulan memang bisanya pada saat itu. Kami menjadi agak kesulitan mencari taxi ke sana, karena selain hujan dan macet, jarak ke stasiun bus Aung Mingalar itu cukup jauh karena sudah berada di luar kota Yangon. Setelah dapat taxi, kami tawar menawar dpat harga 7.000 Kyatt dari yang biasanya hanya 5.000 Kyatt dari Hledan Center. Untuk mencari taxi yang lebih praktis bisa menggunakan Uber atau Grab, tapi waktu itu kami belum memiliki aplikasinya. Maklumlah agak kudet.
Perjalanan naik taxi lebih dari satu jam. Pak supir taxi cari jalan memutar masuk gang keluar jalan kecil untuk menghindari macet. Hujan tak juga berhenti. Kami tiba di stasiun bus 30 menit sebelum keberangkatan. Bus berangkat jam 19.00 tepat waktu. Kami naik bus ekonomi seat 2-2 dengan harga tiket 10.000 Kyatt perorang. Kami beli dari counter dekat rumah kami di Hledan Street. Saya lupa nama busnya apa karena cerita ini sudah sekitar 3 tahun yang lalu. Mungkin harga tiketnya juga sudah berubah. Untuk informasi tiket bus bisa dilihat di http://www.oway.com.mm
Tiba di stasiun bus Nyaung U tepat jam 05.00. Dari sana kami naik taxi menuju New Bagan tempat hotel kami menginap. Kami tawar menawar taxi sekitar 7.000 Kyatt sampai ke hotel. Hati hati dengan calo taxi atau angkutan pick up yang menawarkan harga tinggi. Di stasiun bus sudah ada tertera harga taxi yang sebenarnya, tapi mereka akan mencoba dengan kelengahan kita. Yaitu rasa lelah dan ngantuk naik bus semalaman dan ingin cepat istirahat. Maka tetaplah waswas. Untuk masuk Bagan dikenakan biaya 25.000 Kyatt, tapi karena kami ada ijin tinggal dan kerja kami tidak dikenakan biaya.
Pak supir taxi menawarkan kami untuk langsung ke hotel atau langsung ke pagoda untuk melihat matahari terbit. Kami meminta mengantar langsung ke hotel saja dulu, karena masih terasa capek. Kemudian dia juga menawarkan jasa rental taxi jika mau berkeliling Bagan atau keluar Bagan. Waktu itu dia menawarkan 25.000 Kyatt untuk seharian jalan ke mana saja, termasuk ke Mount Popa. Kami meminta nomor hapenya, siapa tahu nanti berminat kami akan menghubunginya. Sepanjang perjalanan menuju hotel kami melihat beberapa pagoda kecil di antara hutan kecil yang penuh pepohonan. Suasana sangat sepi. Semburat cahaya matahari pagi mulai terlihat di ufuk timur. Bias cahaya kemerahan memancar di langit pertanda pagi sudah mulai datang. Ada rasa seperti masuk mesin waktu berada di suatu tempat yang berbeda di peradaban yang berbeda.
~Zaman seolah tak ada lagi batasannya ketika kau mulai berpetualang~
~Jejak Petualang~
Kami harus menunggu beberapa menit di lobby hotel sebelum kami bisa check in. Beruntung kami diberi early check in tanpa biaya tambahan kamar lagi kecuali sarapan pagi yang harus kami bayar. Di tempat wisata lain mungkin akan mengenakan biaya tambahan, tapi di sini tidak. Sejenak kami beristirahat di kamar sambil tiduran meluruskan kaki. Mata tak lagi bisa terpejam, pikiran sudah tak sabar untuk menjelajahi kota Bagan ini. Jam 09.00 pagi kami berkemas, keluar dari kamar menuju ruang sarapan. Sambil sarapan kami menyusun rencana. hari pertama keliling Old Bagan dengan ebike, hari kedua pergi melihat sunrise, hari ketiga mendaki Mount Popa, hari keempat pulang ke Yangon. Untuk lebih ringkasnya saya akan tuliskan top atraksi apa saja yang sudah kami lakukan dan jalani di Bagan.
- Rental Ebike
Inilah atraksi yang paling wajib dan mudah untuk didapatkan. Selain harganya murah meriah juga praktis penggunaannya. Rasanya kalau orang Indonesia rata-rata pastilah bisa naik sepedamotor. Cara penggunaan ebike ini sama seperti motormatic, hanya saja ini mesinnya lebih kecil sehingga lajunya tak terlalu kencang tapi cukup untuk dibawa menjelajahi Old Bagan. Kebetulan tempat sewa ebike ada dekat hotel kami menginap. Kami dapat harga 4.000 Kyatt untuk 6 jam, karena batree ebike dicharge cukup hanya untuk 6 jam. Jadi kami harus kembali sebelum batree habis, karena tidak ada tempat untuk merecharge selain kembali ke tempat rental tersebut.
Kami start mulai jam 09.30 berkendara pelan pelan saja, agar bisa lebih seksama melihat alam sekitarnya. Old Bagan ini terlihat tandus dan kering. Jalanan menuju pagoda di dalamnya masih terbuat dari tanah belum di aspal. Mungkin untuk menjaga keasrian. Banyak pohon pohon tumbuh di sana sini menyerupai pohon padang tandus. Beruntung karena hari kami naik ebike tak datang hujan tapi udara terasa sangat panas dan lembab. Debu beterbangan di mana mana. Baiknya pakai baju yang nyaman yang menyerap keringat. Satu persatu pagoda besar kami datangi. Mencari spot photo yang cantik dan bagus, terutama untuk sunrise. Beberapa pagoda yang kami bidik untuk spot sunrise adalah Mingalar Zedi Pagoda, Shwesandaw pagoda. Setelah menemukan spot untuk sunrise itu kami kemudian mengelilingi semua area dengan ribuan pagoda yang tersebar. Matahari semakin panas dan kami memutuskan keluar dari Old Bagan untuk makan siang dulu, pulang ke hotel dan istirahat. Sore harinya kami kembali keluar untuk melihat sunset.


2. Melihat sunrise dan sunset
Keesokan harinya, jam 05.00 subuh pagi kami bersiap siap keluar kamar untuk melihat matahari terbit. Dengan menggunakan ebike perlahan kami menuju spot photo yang telah kami pilih untuk melihat sunrise. Pagoda yang kami tuju adalah Mingalar Zedi Pagoda. Ketika kami tiba langit mulai sedikit terang tapi belum ada tanda semburat merah yang muncul. Sudah hampir jam 06.00 pagi tapi pagoda belum juga dibuka. Kami tak bisa masuk dan naik ke atas pagoda. Kami lupa melihat jam untuk sunrise. Kami tak ingin menunggu takut kehilangan moment matahari terbit. Untungnya ada seorang lokal yang melintas membawa kami ke sebuah pagoda yang terbuka dan bisa untuk melihat sunrise. Pagoda yang kami tuju tak terlalu besar dan tinggi tapi cukup untuk melihat sunrise. Lelaki itu menyuruh kami naik perlahan lewat tangga sempit dan terjal di dalam pagoda. Perlahan kami naik dengan badan harus menunduk agar tak kejedut batu di atasnya. Tiba di atas pagoda ternyata sudah ada beberapa orang yang berada di sana.
Perlahan mataharipun mulai menunjukkan semburat merahnya. makin naik ke langit timur. Dari kejauhan kelihatan stupa pagoda menjadi siluet yang indah terkena sinar matahari. Beruntung langit cerah matahari terbit terlihat jelas meskipun ada awan yang sedikit meliputi. Mengingat ini musim hujan sunrise kali ini sudah cukup bagus. Belakangan kami tahu lelaki yang mengantar kami itu adalah penjaja lukisan yang memang sengaja menunggu turis datang, membawa turis tersebut ke tempat yang mereka mau kemudian menjajakan lukisannya. Saya membeli dua lukisan yang dijajakan sebagai ucapan terimakasih sudah mengantar kami. Sore harinya kami kembali berkeliling Old Bagan menyusuri dari jalan setapak demi jalan setapak. Kemudian menunggu matahari tenggelam. Ini pengalaman yang seru bisa melihat matahari terbit dan tenggelam di Old Bagan.


3. Naik kereta kuda atau kereta sapi
Naik kereta andong juga menjadi atraksi yang menarik di Old Bagan. Harganya 12 dollar perjam. Saya coba tawar menawar, pak kusirnya setuju dengan harga 10 dollar. Kami berkeliling selama satu jam. Selain kereta kuda ada juga kereta sapi. Kita bisa melihat rombongan orang orang yang berkeliling naik kereta sapi. Suara lonceng di leher sapi. Suasana seperti kembali ke peradaban masa lampu. Zaman kerajaan dulu di mana angkutan hanya ada kereta kuda atau sapi. Kebanyakan turis yang datang dengan rombongan adalah para peziarah.


4. Mendaki Mount Popa
Hari ketiga kami memutuskan untuk pergi keluar Bagan menuju Mount Popa dengan menggunakan taxi yang kami gunakan saat dari terminal bus Nyaung U. Nama pak supir tersebut Koko, demikian dia menyebutnya. Perjalanan sekitar 1.5 jam dengan jarak sekitar 50km dari Bagan. Di sepanjang jalan kelihatan banyak pagoda dibangun di atas bukit-bukit kecil. Mount Popa merupakan puncak bukit tertinggi puncak 1.518 meter. Untuk naik ke atas dibutuhkan tenaga ekstra karena ada 777 anak tangga agak terjal yang harus dilalui sampai ke lokasi pagoda. Di sini bisa melihat banyak monyet berkeliaran. Hati hatilah dengan bawaan anda. Monyet monyet itu sedikit nakal mau merampas apa yang kita bawa. Dari puncak bukit bisa melihat pemandangan sekitar 360 derajat. Sayangnya kami tak sampai ke puncak karena terlalu lelah. Kami hanya sampai di 3/4 anak tangga saja. Dari sini kami duduk memandang menunggu matahari tenggelam. Cuaca pun kurang mendukung. Terlihat awan tebal menutupi matahari sore. Kami tiba kembali di hotel sudah hampir gelap.


~Sekali setahun dalam hidupmu pergilah
ke tempat yang belum pernah kau kunjungi~
~`Dalai Lama~
Nah itulah beberapa kegiatan yang sempat kami alami di Bagan. Ada beberapa kegiatan yang tak sempat kami lakukan yaitu naik boat trip keliling sungai Irrawaddy karena cuaca kurang bagus di musim hujan dan naik balon udara. Untuk naik balon udara ini hanya ada di bulan Desember sampai Maret saat musim tak lagi hujan. Mungkin lain kali kami akan datang kembali ke Bagan untuk menikmati keksotikan Bagan dari udara. Semoga saja pandemi ini segera berlalu dan situasi politik di Myanmar kembali normal. Bagimana menurut kamu, berminat ke Bagan. Yuk, kita bisa jalan bareng.


