Sebagai orang Batak yang tinggal di Pematangsiantar, pergi jalan jalan ke Danau Toba sudah menjadi satu keharusan bagiku. Orang dari berbagai daerah datang ke Danau Toba masa pemudi setempat ga pergi ke sana ?
Pertama kali aku pergi ke Danau Toba sewaktu aku masih SD, mungkin waktu itu umurku sekitar 10 tahunan. Aku masih ingat dulu kami naik sepeda air di pantai bebas dekat Pesanggrahan Parapat.
Ingatku dulu zaman itu, sekitar tahun 80 an, Parapat dan Danau Toba itu sangat banyak dikunjungi turis lokal maupun mancanegara. Juga di Samosir sekitar Tuktuk banyak penginapan yang dihuni oleh bule. Bahkan katanya mereka ada yang tinggal di sana sampai berbulan bulan.
Keindahan Danau Toba memang sudah mendunia pada saat itu. Tak perlu diragukan lagi. Daya tarik dan desir ombak danau terluas di dunia itu seperti memanggil manggil orang orang untuk datang berkunjung ke sana.
Dulu sering terlihat turis asing lalu lalang di Parapat dan sekitarnya. Tak heran jika anak muda di sana banyak yang ngerti dan fasih berbahasa Inggris. Mereka belajar dari turis yang datang, tapi sekarang pemandangan seperti jarang terlihat.
Danau Toba terjadi akibat gempa vulkanik Gunung Toba yang mahadasyat sekitar 70.000 tahun yang lalu. Gempa ini telah mengubah peradaban dunia saat itu termasuk terbentuknya Danau Toba dan Pulau Samosir di tengahnya.
Ingatku dulu lagi, ada acara tahunan Pesta Danau Toba ( PDT ), sekitar bulan Juni-Juli saat libur sekolah. Orang orang akan datang berduyun duyun ke Parapat mengikuti acara pesta yang dilaksanakan sebulan penuh itu.
Parapat seperti bunga yang sedang mekar mekarnya waktu itu, menjadi primadona salah satu tempat wisata populer di Indonesia. Banyak hotel bagus dibangun di sana. Parapat sangat menggeliat saat itu. Banyak orang berduit datang plesiran ke sana.
Banyak acara yang dipertunjukkan saat PDT mulai dari lomba renang, lomba solu dan lain sebagainya. Acara puncak biasanya dengan pertunjukkan panggung artis ibukota.
Kebetulan rumah kami tinggal di Siantar dekat terminal bus. Jadi saat PDT ini berlangsung, aku bisa melihat orang lalu lalang di sekitar terminal mencari bus untuk berangkat ke Parapat.
Parapat kota paling besar dan padat yang ada di pintu masuk kawasan Danau Toba di daerah Simalungun
Jumlah kendaraan belum sebanyak sekarang, masih serba terbatas.Belum banyak yang ambil kreditan mobil dan sepedamotor. Jalanan pun belum macet saat musim libur.
Puncak keramaian adalah saat malam penutupan PDT, banyak artis ibukota yang akan tampil.Saat itu kedatangan artis ibukota masih sangat dinanti nantikan oleh orang daerah seperti kami ini.
Pengunjung akan membludak, tak hanya di terminal bus juga di teras rumah kami. Mereka berbondong bondong menuju ke Parapat.
Mereka anak anak muda yang datang entah dari mana saja. Sebagian mereka yang tak kebagian bus berangkat jalan kaki ke Parapat. Jarak parapat Siantar itu sekitar 47 km.
Kalau dipikir pikir, gilak aja jalan 47 km demi PDT. Tapi itu nyata, mereka benar benar jalan kaki. Mereka bersemangat setiap musim PDT tiba. Jangan tanya bagaimana Parapat penuhnya saat itu, mungkin orang Parapat bisa jadi saksi kejadian itu.
Semua sudut berisi penuh, tak hanya penginapan juga emperan rumah orang penuh oleh orang yang tak kebagian penginapan. Atau mereka, anak anak muda memang sengaja ga tiduran semalaman demi PDT.
Ini musim panen rejeki bagi warga sekitar Danau Toba, bahkan kami yang tinggal di Siantarpun kebagian rejeki karena lalu lintas orang orang yang mau ke PDT ini.
Aku berkesempatan mengikut acara PDT saat aku sudah kuliah. Sewaktu aku masih kanak kanak, kami tak diizinkan pergi ke sana sangking padatnya orang ditambah lagi saat itu orangtuaku juga tak terlalu berminat dengan acara ramai ramai seperti PDT itu.
Tapi kehebohan dan kepadatan pengunjung sudah tak lagi seramai saat aku masih kanak kanak, Artis ibukota tak lagi menjadi daya tarik karena sudah ada siaran tivi nasional masuk ke daerah.
Orang orang tak lagi pergi jalan kaki ke PDT karena mobil sudah mulai banyak dan pilihan hiburan lain juga sudah banyak.
Pesona PDT memudar seiring waktu dan akhirnya diberhentikan. Tak ada lagi PDT yang bikin heboh semua anak muda pada zaman aku kanak kanak dulu.
Sekarang upaya untuk menjual Danau Toba kembali dilakukan. Festival dan acara kembali dirancang. Tapi sepertinya gairah orang untuk mengikuti acara Pesta Danau Toba itu tak lagi seantusias orang orang di tahun 80 an.
Danau Toba dilihat dari ketinggian Tongging
Festival Danau Toba sekarang seperti biasa biasa saja, tak menarik lagi bahkan boleh dibilang gagal. Aku tak tahu apa penyebabnya. Padahal di berbagai tempat lain yang alamnya biasa biasa saja bisa mendatangkan pengunjung ke sana.
Bukan hanya acaranya yang kurang menarik tapi juga penolakan akan eksploitasi parawisata di kawasan Danau Toba juga datang dari kalangan masyarakat. Kenapa bisa demikian, aku kurang tahu. Kenapa dulu sepertinya semua sepakat menyukseskan PDT dan sekarang menjadi terbelah ?
Kini, cerita yang terdengarpun banyak soal ketidakpuasan pengunjung, mulai harga yang mahal, sampah di mana mana, ketidakramahan orang lokal dan kemacetan saat musim puncak seperti tahun baru.
Berbagai macam upaya dilakukan pemerintah tapi Parapat dan Danau Toba seolah seperti mati suri, hidup segan mati tak mau. Semua telah berubah seiring perkembangan zaman. Primadona parawisata tak lagi hanya Danau Toba, tapi juga daerah lain yang berlomba mempromosikan daerahnya menjadi tempat wisata.
Tapi meskipun begitu, aku tak pernah melewatkan untuk berkunjung ke Danau Toba saat pulang dari perantauan. Menghabiskan waktu sehari atau semalam di sekitaran Danau Toba seperti mengembalikan seluruh energi yang terkuras di perantauan.
Memandang Danau Toba dari Bukit Indah Simarjarunjung
Duduk sambil minum kopi atau teh panas sambil memandang indahnya Danau Toba menghilangkan rasa penat dalam pikiran. Membawa lamunan akan indahnya sebuah negeri di awan. Udaranya yang sejuk, pepohonan hijau di sekitarnya meneduhkan hati yang kadang terasa panas.
Panatapan Hutaginjang, tempat yang romantis untuk berdua duaan
Oh…Danau Toba orang orang mungkin bisa melupakanmu dan meninggalkanmu, tapi desir ombakmu seperti memanggil manggilku untuk selalu pulang bermain dengan riakmu. Sambil menyanyikan sebuah lagu
Tao toba nuli, tao toba nauli.
Molo hutatap sian nadao o tao toba na tio.
Boi do sonang rohakki palambok ate atekki.
Palambnok pusu pusukki.
Alai dung hupajonok dompak ho.
Rohakku pe sai tu nadao.
Tarsunggul tu ari naro.
Rohakku pe lammu jonok.
O tao toba na tio.
Tu ho ro au paboahon, sude na di rohakkon.
Dilambungmu maruari, rap dohot donganhi.
Ai nung tarbarita goarmi tu ujung ni portibion.
O tao toba na tio sai boan manang arsakkon.
Na lohot di rohakkon.
Tu ho ro au paboahon, sude na di rohakkon.
Dilambungmu maruari, rap dohot donganhi.
Ai nung tarbarita goarmi tu ujung ni portibion.
O tao toba na tio sai boan manang arsakkon.
Na lohot di rohakkon.
Banyak tempat yang sudah kukunjungi di seputaran Danau Toba. Mulai dari Parapat sampai Balige, Muara dan Bakkara. Dari Tigaras, Simarjarunjung, Haranggaol sampai Tongging dan Silalahi. Tak hanya itu, aku juga sudah keliling Samosir. Dari Tomok sampai Pangururan naik ke bukit Holbung sampai ke Tele. Pernah juga mendaki Gunung Pusuk Buhit.
Bukit Holbung, sebagai tempat wisata keluarga yang asyik dengan pemandangan yang bagus.
Daerah itu hanya sebagian lokasi Danau Toba , masih banyak lokasi lain yang belum sempat kudatangi. Kecintaanku akan Danau Toba takkan memudar meskipun banyak tempat wisata baru yang bermunculan.
Tak banyak juga yang bisa kulakukan untuk membangkitkan kembali Danau Toba sebagai primadona parawisata selain hanya menuliskannya di sini.
Bahwa sebagai orang Batak yang asal usulnya dari kawasan Danau Toba ini layaklah menjaga kelestarian Danau Toba dengan cara, tidak membuang sampah sembarangan, tidak mendukung penebangan hutan secara liar, dan mendukung pengembalian Danau Toba ke fungsi dasar sebagai sumber hidup masyarakat lokal bukan asing.
Tigaras, tempat asyik untuk mancing mania
Karena nyatanya masyarakat Danau Toba tak semuanya hidup dari dunia pariwisata saja. Tapi juga sektor lain seperti pertanian dan peternakan, seharusnya perlu juga dibangun. Semoga Danau Toba tetap akan memancarkan pesonanya kembali meskipun tak lagi jadi primadona pariwisata.
Pernah lewat Danau Toba sekali waktu naik bus dari Padang ke Medan. Lewat sana pagi-pagi, kabut bikin kesan seolah-olah Danau Toba nggak ada ujungnya. 🙂 Keren banget.
Btw, foto-fotonya keren banget! 🙂
SukaSuka
Terimakasih atas kunjungannya
🙂
SukaSuka