Ini cerita musim panas, Juli 2019 lalu saya dan suami melakukan trip ke 3 negara di Eropa Barat. Niatnya mau menyusuri kota kota di garis pantai Mediterrania. Rasanya musim panas itu enaknya main air dan berjemur di pantai. Untuk merealisasikan kegiatan ini kami pilih kota kota yang ada di sekitar garis pantai. Untuk Eropa lokasi yang ada garis pantainya adalah kota kota yang menghadap Laut Mediterrania.
Kami memulai perjalanan kami dari Yangon menuju Frankfurt transit dulu di Svarnabhumi, Bangkok. Kami tiba di bandara Frankfurt sekitar jam 6 pagi waktu Eropa. Seteleh keluar pintu imigrasi kami melanjutkan perjalanan ke Lyon. Lyon kota pertama yang kami telusuri.

Lyon kota yang dulunya pernah menjadi ibukota Prancis tidaklah sebesar Paris. Kotanya tidak sepadat atau seramai Paris. Saat tiba di Lyon sedang berlangsung pertandingan sepakbola piala dunia untuk wanita. Kami agak kesulitan untuk mencari hotel, ada tapi mahal sekali. Meskipun demikian kami sempatkan juga berplesiran di kota ini. Tujuan kami sebenarnya ke sini karena ada tugas dari organisasi tempat suami saya bekerja, bukan untuk menonton pertandingan bola.


Beberapa tempat wisata yang sempat kami kunjungi adalah Vieux Lyon, berda di dekat sungai Saone. Dari lokasi ini bisa naik ke pebukitan tempat memandang kota Lyon dari atas. Di atas bukit ini ada sebuah gereja namanya Basilica of Notre Dame de Fourviere. Satu lagi ada gereja di bawah bukit namanya Cathedral St Jean Baptist. Dua gereja ini menjadi pusat kunjungan turis di Vieux Lyon.

Untuk menuju ke atas pebukitan bisa naik funicular atau semacam tram seharga 1.8 Euro. Dari atas bukit sambil memandang kota Lyon bisa berjalan turun kembali ke kota tua Lyon sambil menyusuri jalan setapak yang hijau karena ditumbuhi tanaman pinus di kiri kanan jalan. Setiba di bawah di kota tua Lyon banyak berjejer restaurant tempat untuk beristirahat atau sekedar makan ice cream yang segar.

Tak jauh dari kota tua itu ada sebuah sungai yang mengalir di tengah kota Lyon namanya Saone River. Di dekat jembatan sungai ini ada sebuah patung pria telanjang yang mengangkat dirinya sendiri, artinya setiap orang harus menanggung bebannya sendiri.
Di tepi sungai ini banyak terlihat pasangan duduk ditepi sungai sambil menunggu sore tiba menghabiskan waktu. Seperti sungai di Eropa pada umumnya, Saone River terlihat bersih dari sampah. Sungai ini juga digunakan sebagi objek wisata di mana orang bisa berlayar ditengah sungai dengan kapal.

Selama 3 hari 2 malam tak banyak tempat yang kami kunjungi. Menikmati suasana berjalan kaki di sekitar kota tua rasanya sudah cukup untuk kota ini. Lyon tak segemerlap Paris yang penuh dengan atraksi menarik. Tapi jika ingin menikmati suasana kota yang tak terlalu padat dengan suasana Eropa yang tenang kota Lyon bisa jadi pilihan alternatif jika ke Prancis.

Perjalanan berikutnya kota yang kami kunjungi adalah Milan. Kami berangkat naik Flixbus, bus antar kota antar negara yang cukup terkenal dan banyak rutenya di Eropa. Pilihan naik bus menjadi satu alternatif angkutan umum yang lebih murah dibandingkan kereta api. Harganya bervariasi tergantung tanggal dan jam keberangkatan.

Flixbus ini menyediakan bagasi untuk koper seberat 25kg, wi fi dan wc dalam bus. Bus juga berhenti untuk istirahat di rest arean jalan raya. Perjalanan dari Lyon ke Milan hampir 6 jam lamanya. Sepanjang jalan bisa menikmati pemandangan pegunungan yang melewati perbatasan Geneva menuju Tourino. Setelah melewati Tourino masih ada 2 jam lagi sebelum sampai ke Milan.

[ˈdwɔːmo di miˈlaːno]; Lombard: Domm de Milan
[ˈdɔm de miˈlãː]) is the cathedral church of Milan, Lombardy, Italy. Dedicated to the Nativity of St Mary (Santa Maria Nascente), it is the seat of the Archbishop of Milan, currently Archbishop Mario Delpini. The cathedral took nearly six centuries to complete. It is the largest church in Italy (the larger St. Peter’s Basilica is in the State of Vatican City), the third largest in Europe and the fifth largest in the world -wikipedia-
Milan adalah salah satu besar di Italia, dikenal sebagai pusat bisnis dan pusat mode. Milan terkenal dengan barang bermerk dan para designer kondang. Milan merupakan surga para penikmat belanja. Berbagai toko menawarkan barang barang berkualitas dengan harga yang cukup mahal juga. Meskipun demikian banyak juga toko yang memberikan harga diskon.

Salah satu tempat belanja yang paling banyak dikunjungi adalaah Duomo Square. Di lokasi ini ada sebuah Cathedral dan pusat perbelanjaan. Duomo merupakan pusat kota Milan. Di dekat lokasi ini juga ada sebuah castel tua, namanya Sforza Castle. Untuk mengelilingi pusat kota ini cukup satu hari saja. Kebetulan saya dan suami tak terlalu suka berlama lama di keramaian. Cukup hanya sekedar tahu kota Milan saja.


Selain ke pusat kota, kami juga pergi ke stadion besar Intermilan. Saat kami di sana sedang ada pertunjukan konser musik klasik. Stadion terlihat sepi dari pengunjung, mungkin karena kami datang agak pagi. Hanya sebentar kami ambil photo kami melanjutkan perjalanan keluar kota Milan

[dʒuˈzɛppe meˈattsa]), commonly known as San Siro, is a football stadium in the San Siro district of Milan, which is the home of AC Milan and Internazionale. It has a seating capacity of 80,018, making it one of the largest stadiums in Europe, and the largest in Italy -wikipedia-
Tak jauh luar kota Milan sekitar 60 km ada sebuah danau, namanya danau Como. Dengan menaiki kereta kami berangkat ke sana. Perjalanan sekitar 45 menit dengan tiket seharga 6 Euro. Danau ini berada di kaki pegunungaan Alpens. Kami hanya berjalan mengitari sekitar Danau Como. Di tengah danau ada sebuah jembatan yang bisa kita lewati sampai ke tengah danau. Di sana ada bangunan ikonik danau Como.


Danau Como terlihat indah dengan bangunan rumah atau hotel yang berada di pinggiran danau. Untuk melihat kota dari puncak bukit ada tersedia funicular. Untuk mencapai ke atas. Tak lama mengitari danau Como kami kembali ke tengah kota Como, melihat lihat sekitar kota sambil menikmati gelato. Tak banyak yang bisa kami lakukan di sini. Jam 7 sore kami kembali ke Milan.

Lyon dan Milan bukanlah kota yang berada dekat pantai, posisinya masih berada di tengah daratan. Perjalanan berikutnya barulah kami menuju kota yang berada di garis pantai Mediterannia, yaitu Kota Genoa. Perjalanan dari Milan hanya kami tempuh sekitar 2 jam. Bus berangkat dari stasiun Lampugnano. Untuk harga tiket Flix bus bisa dicek selengkapnya di https://www.omio.com .
Tiba di Genoa sekitar jam 5 sore. Sekedar informasi bahwa musim panas di Eropa itu sinar matahari bersinar lebih lama dari hari lainnya. Matahari masih akan terlihat terang benderang sampai jam 9 malam. Meskipun demikian kami tetap mengatur perjalanan kami agar tiba di lokasi tidak terlalu sore.


Karena perjalanan kami adalah perjalanan mandiri bukan ikut travel maka memperhitungkan waktu secara detail itu sangat penting. Jangan sampai tiba kemalaman kemudian bingung cari lokasi hotel. Selain itu perjalanan yang terlalu melelahkan juga bisa mengubah mood. Jangan sampai kelelahan kemudian tak bisa melakukan aktivitas apa apa lagi karena sudah terlalu capek.


Untuk mempermudah pencarian hotel biasanya suami saya sudah menyimpan terlebih dahulu petanya dengan mendownload dari googlemaps. Saya juga selalu mengusahakan lokasi hotel dekat dengan terminal bus atau stasiun kereta / MRT. Setelah sampai di hotel, kami istirahat sebentar kemudian keluar mencari makan malam di sekitar hotel.


Kota Genoa adalah kota pelabuhan tua dan kota maritim di Italia. Selain kota perdagangan kota ini juga menjadi tempat persinggahan kapal turis. Banyak terlihat kapal pesiar berlabuh di dermaga kota ini. Seperti kota lainnya di Italy kota ini juga banyak gedung gedung tua dari zaman Renaissance. Di sini banyak gedung tua yang dibangun megah dengan ukiran ukiran yang indah.


Setekah menyusuri kota tua Genoa, besoknya kami berangkat ke St. Marghaerita, sebuah kota kecil dekat pantai sekitar 1 jam perjalanan dari Genoa dengan naik kereta api Trenitalia. Dari statsiun St. Marghaerita kami turun menyusuri kota yang berada di tepi garis pantai Mediterrania. Pantai berbatu yang sangat terjal namun cukup banyak dikunjungi turis.

Musim panas adalah musim yang disukai oleh orang Eropa untuk pergi berjemur ke pantai. Sinar matahari yang ada hanya di musim panas ini sangat dimanfaatkan untuk menikmati sinar matahari yang hangat sebelum musim dingin tiba. Tak heran jika banyak bule berplesiran di sekitar pantai.

Meskipun pantai di St Marghaerita ini terjal tetap saja mereka datang untuk berjemur di bebatuan yang ada. Di seoanjang pantai ada disediakan tangga untuk turun ke bebatuan tempat mereka berjemur. Sungguh pemandangan yang unik bagi saya. Tapi itulah suasana di sana, berbeda dengan pantai pada umumnya yang landai dan berpasir. Mereka benar benar sangat menikmati ke pantai di musim panas.

Kami tidak turun ke bebatuan itu untuk berenang, meskipun ada sedikit tempat yang landai untuk berenang karena kami tak bawa baju berenang. Niatnya kami hanya ingin berjalan sepanjang trotoar yang ada di sisi pantai. Berjalan sejauh 5 km menuju desa kecil di teluk namanya Portofino. Sepanjang perjalanan kami isi dengan mengambil photo sana sini supaya perjalanan tak terasa melelahkan.
Konon Portofino adalah sebuah desa nelayan. Sebenarnya bisa saja kami naik bus ke desa ini tapi kami ingin menikmati perjalanan di pinggir laut Mediterrania sambil melihat lihat suasana yang ada, rasanya nikmat betul. Tiba di desa nelayan tersebut perut dalam keadaan lapar.
Suasana desa Portofino terlihat ramai oleh turis yang datang naik kapal boat. Mereka datang rombongan dari berbagai tempat di sekitar garis pantai terutama dari St Margherita. Desa Portofino ini tak terlalu besar, hanya seputaran jalan. Terlihat banyak restaurant di tepi pantai.

Sambil menikmati makan siang yang terlambat di sebuah restoran kami memesan pizza margerita, sepertinya khas dari desa ini. Ukurannya lebar, tipis dan renyah. Kebanyakan orang datang ke sini hanya sekedar menikmati makan siang sambil minum segelas wine atau bir karena memang desa ini sangat kecil. Tak banyak yang bisa dilihat d sini selain dermaga kecil tempat kapal kapal berlabuh.
Kembali ke stasiun kereta kami menaiki shuttle bus, tak sanggup lagi pulang jalan kaki. Jam 7 sore kami berangkat kembali ke Genoa. Hari masih terang ketika kami tiba. Setelah istirahat, kami kembali keluar hotel untuk menikmati suasana malam di pusat kota tua, yaitu Piazza de Ferrari. Di sekitar lokasi sekitar ini juga banyak toko perbelanjaan.
Dari kota tua kami berjalan teru menyusuri lorong demi lorong sampai tiba di pelabuhan Genoa. Suasanya sangat ramai sekali oleh turis. Banyak atraksi yang bisa dilihat di sini mulai dari pertunjukan jalanan, naik komedi putar atau hanya sekedar duduk di tepi pelabuhan. Kami kembali ke hotel sekitar jam 10 malam, langsung tertidur pulas karena lelah juga seharian jalan.
Besok harinya setelah sarapan pagi di hotel, kami bersiap siap melanjutkan perjalanan ke Pisa. Sebenarnya Pisa tak masuk tujuan awal kami, tapi melihat jarak ke Pisa dari Genoa hanya ditempuh 2.5 jam naik kereta kami memutuskan pergi melihat menara condong Pisa. Sayang kan sudah dekat tapi terlewatkan. Nekad memang, tapi itulah travelling harus berani ambil jalan lain sekiranya ada hal yang lebih menarik untuk dikunjungi.

Jam 12 siang kami berangkat dari Genoa Station Principe menuju Pisa Centralle, tiba sekitar jam 3 sore. Dari stasiun Pisa Centralle jalan kaki ke menara condong hanya sekitar 1.7 km. Sepanjang jalan kami lalui terlihat toko perbelanjaan khas Italia di mana mana selalu ada tempat belanja dan disknon besar besaran. Tak heran memang untuk berwisata belanja memang Italia adalah salah satu tempat tujuan dan memanjakan para turis yang suka belanja.

Masuk ke lokasi menara gratis tapi utnuk masuk ke atas menara bayar seharga 18 Euro, juga masuk ke dalam bangunan gereja juga bayar. Kami hanya duduk di taman luar saja sambil memperhatikan orang orang yang lalu lalang dan sibuk ambil photo di sekitar menara. Suasana cukup rame oleh pengunjung.

Setelah duduk duduk di taman, ambil photo dari berbagai sudut, kami beranjak pulang meninggalkan lokasi. Sebelumnya kami beli tiket pergi pulang, jadi sudah tahu jam berapa harus kembali ke stasiun. Kami kembali sekitar jam 8 malam dan tiba hampir jam 11 malam. Lelah tentunya tapi ada rasa puas sudah sampai ke Pisa walaupun waktunya sangat terbatas.

Perjalanan berikutnya adalah Nice, sekitar 2 jam perjalanan dari Genoa. Jalur jalan raya menuju Nice mengambil sisi garis pantai Mediterrania. Jalan yang dibangun keluar masuk terowongan menerobos bukit bukit dan melewati lembah lembah di atas jalan latang. Infrastrukturnya sangat kerenlah pokoknya. Nice ini sudah masuk wilayah Prancis. Sebelum masuk wilayah ini passport dicek oleh petugas Flixbus, memastikan kita ada passport karena perjalanan sudah masuk antar negara.
Nice ini kota pantai juga yang berada di garis pantai Mediterrania. Garis pantainya cukup panjang tapi penuh batu kerikil. Pantai yang terbuka untuk umum di sini salah satu Castel Plage. Kebanyakan orang hanya berjemur di pantai. Untuk yang tak terbiasa jalan di pantai yang berbatu seperti saya ini, rasanya ga enak banget jalan di sekitar pantai. Untuk jalan ke ke air laut saja rasanya berat kaki ini melangkah.

Rata rata orang berenang hanya sekedar mencelupkan badan saja kalaupun berenang mereka menggunakan sepatu renang untuk menghindari kaki lecet kena batu. Bayangan saya berenang di air laut dengan pantai landai berpasir putih hilang sudah. Rencana untuk berlama lama bermain air buyar sudah karena batu kerikil ini, itupun masih saya sempatkan berendam air laut walau hanya sebentar.

Jauh jauh datang ke Nice buat berenang di laut harus saya kubur dalam dalam. Kami akhirnya hanya berkeliling kota Nice. Sungguh ramai kota ini dikunjungi turis. Tempat belanjanya dan restorannya pun banyak. Kami berkesempatan makan di sebuah restoran yang menyediakan pizza enak sekali, sangat rekomended walau harganya lumayan mahal.

Kami hanya menghabiskan waktu 2 malam di sini. Sehari keliling kota Nice termasuk pantainya seharinya lagi kami habiskan di Monte Carlo- Monaco. Jarak kedua kota ini memang tidak jauh, hanya beberapa stasiun naik kereta. Banyak juga orang dari Nice berplesiran ke Monte Carlo ini walau hanya sehari saja. Monte Carlo pusat kota Monaco terkenal dengan kota judi, balapan mobil F1 dan kapal pesiarnya.

Tak banyak yang bisa kami lakukan di sini selain hanya photo photo dan lihat lihat laut dari tembok tinggi yang mengitari Monte Carlo. Tidak ada pantai di sini. Orang datang untuk berplesiran naik boat ke tengah laut. Lautnya terlihat sangat biru. Monte Carlo lebih terlihat sebagai tempat wisata yang mahal.

Setelah seharian menyusuri Monte carlo kami kembali ke Nice sekitar jam 5 sore. Mungkin karena jenis wisatanya cocok buat kalangan jetset, kota ini sepertinya membosankan untuk para backpacker karena tak banyak yang bisa dilakukan dengan uang terbatas. Itupun saya dan suami sangat menikmati sudah menginjakkan kaki di negeara kerajaan yang kaya raya ini.

Sebelum kami meninggalkan kota Nice kami memilih jalan kaki dari hotel menuju terminal bus. Selain waktu yang tersisa masih banyak, bus kami berangkat jam 4, waktu ini kami pakai itu melihat kota tua Nice, Place Massena Square.
Dari terminal bus Nice kami berangkat menuju Marseille, kota pelabuhan yang ada di Prancis. Berbeda dengan infrastruktur dari Genoa ke Nice, di sini jalan rayanya tak lagi mengambil garis pantai, tapi lebih jauh ke dataran dan pebukitan. Tak terlihat lagi pemandangan pantai sepanjang perjalanan. Perjalanan sekitar 3 jam sampai di Marseille.

Marseille merupakan kota pelabuhan terbesar di Prancis dan merupakan kota bisnis yang dibangun sekitar tahun 600 BC oleh pendatang Yunani. Di sini juga bisa dilihat sisa kejayaan Byzantin yaitu Basilica Notre Dome de la Garde yang berada di puncak bukit dekat Port Vieux.

Untuk masuk ke Port Vieux tidak dikenakan biaya. Dari sini
bisa melihat pelabuhan Marseille yang indah dan kesibukan kapal kapal yang
berlabuh. Banyak kapal pesiar dan boat yang disediakan untuk turis bisa
berpetualang di sekitar pantai Mediterrania.


Salah satu tempat yang banyak dikunjungi adalah Massif de Calanques, yaitu bukit bebatuan terjal yang berada di pinggir pantai. Dari sini pantai sangat terjal sekali. Pemandangannya sangat indah. Biasanya orang orang datang untuk mendaki dan melihat pantai dari puncak bukit batu. Tapi saat musim panas lokasi ini tidak dibuka untuk umum karena sangat potensial terjadi kebakaran hutan.

Untuk sampai ke lokasi ini bisa dengan bus kota seharga 2 Euro. Jika datang ke sini bawalah air minum yang cukup, sepatu gunung, penutup kepala dan sunblock, karena sinar matahari yang terbuka membuat kulit bisa terbakar.
Setelah mengunjungi Massif de Calanques ini kami langsung menuju pantai sore harinya. Dibandingkan pantai Nice di sini pantainya lebih bagus karena lebih berpasir. Orang orang sudah ramai berjemur ketika kami tiba. Kali ini saya dan suami memuaskan diri mandi di laut. Meskipun saya tak berenang sampai ke laut jauh, tapi saya cukup senang bisa berendam lama lama di sini.
Awalnya air laut terasa dingin, ya meskipun musim panas airnya tetap terasa dingin di sini. Tapi rasa dingin kemudian beradaptasi di kulit sesuai pergerakan tubuh. Tak lagi terasa dingin karena saya menikmati bermain air laut Mediterrania ini. Habis berendam berjemur, kemudian berendam lagi. Di sini rasanya puas bermain air laut sepanjang sore.
Dari Marseille kami lanjut ke kota perbatasan Prancis dan Spanyol yaitu Kota Montellier. Kota ini berada di atas bukit sesuai namanya. Perjalanan hanya 2 jam dari Marseille. Montpellier ini di kenal sebagai kota pertanian dan kota pelajar karena banyaknya kampus dan universitas. Letaknya yang berada di dataran tinggi sekitar 10 km dari Laut Mediterrania .


Pada hari kami tiba di Montepellier sedang ada perayaan Bastille Day, yaitu hari kebebasan atau kemerdekaan Prancis. Berduyun duyun orang datang ke pusat keramaian tempat adanya pesta kembang api. Pada hari itu disediakan angkutan umum ke lokasi semacam taman di luar kota pulangnya naik tram digratiskan. Kami tak mau ketinggalan melihat keramaian tersebut dan menikmati kembang api yang spektakuler selama 30 menit.

Satu yang perlu diperhatikan jika datang ke kota ini sediakan uang pas untuk beli tiket tram karena mesin tiketnya tak menyediakan uang kembalian. Pusat keramaian turis ada di kota tua Montepellier yaitu Place de la Comedie. Di sini bisa dilihat berbagai toko dan restaurant tempat kita bisa menikmati suasana lokal. Lokasi ini mudah dicapai dengan tram.


Kebiasaan kami menyusuri setiap kota tua adalah dengan berjalan kaki. Selain bisa melihat lihat dengan bebas juga ambil photo, jalan kaki juga bisa mengirit tapi menyehatkan. Selama melakukan perjalanan banyak kalori juga yang harus dibakar karena jalan jalan ini juga dibarengi dengan icip icip makanan ini itu. Jadi sebagai pengganti olahraga kami memilih jalan kaki dari satu tempat ke tempat lain di lokasi yang sama.

Perjalanan berikutnya adalah ke Kota Barcelona, yeay…akhirnya kami sampai juga di negeri juara Piala Champion ini. Dari Montpellier kami naik bus sekitar 4 jam perjalanan. Untuk menyusuri kota yang ada di garis pantai Mediterrania ini kami lebih banyak memakai jasa angkutan umum bus. Selain harganya yang murah, juga ga terlalu sulit mencari terminalnya karena di tempat turun dari sana juga tempat pemberangkatan, biasanya juga terminal bus ini tidak jauh dari stasiun kereta jadi sangat mudah untuk melanjutkan perjalanan berikutnya.

Tiba di kota Barcelona seperti biasa kami harus geret geret koper cari lokasi hotel. Kali ini lokasi hotel kami jauh dari pusat kota Barcelona yaitu di Catalonia.Waktu itu dapat harga diskon untuk hotel bintang 4 jadi bela belainlah biar jauhan dikit tapi rasa hotel bintang 4 nya dapat. Apalagi kalau melihat banyaknya jumlah turis datang ke Barcelona di musim panas harga hotelnya juga terbilang mahal karena musim puncak.
Untuk Eropa, Barcelona salah satu tujuan turis paling ramai saat musim panas karena di sini ada pantai yang lebih bagus dibandingkan tempat lainnya. Meskipun menurut saya Pantai Marseille lebih menarik karena tak sepadat pantai Barceloneta. Di sini hampir sulit sekali mencari tempat yang kosong untuk leha leha, penuh dengan orang yang berjemur.

Yang menarik di Barcelona ini adalah sajian makanan traditional yang menggunakan bahan utama beras, namanya Paella. Paella ini masakan khas Spain di mana berasnya dimasak bersamaan bumbu dan tambahan seafood, rasanya enak banget dan layak dicoba walaupun harnya sedikit mahal.
Tempat wisata lain yang kami kunjungi di sini adalah La Sagrada Familia, sebuah Cathedral yang pembangunan sudah hampir 150 tahun dan masih terus dikerjakan sampai tahun 2026. Dari sini kami turun jalan kaki ke arah pantai. Di dekat pantai ini ada tempat perbelanjaan semacam mall besar yang menawarkan diskon barang barang murah, Diagonal Mar. Untuk kamu yang tak suka jalan kaki bisa menggunakan bus hop on hop off.

Tempat lain yang kami kunjungi adalah Park Guell. Berjalan naik sampai ke puncak pebukitan Carmel dari sana bisa memang kota Barcelona.Siapkan stamina yang kuat karena ke atasnya sedikit agak menanjak juga jangan lupa bawa minum air putih.
Yang menarik lagi di Barcelona ini adalah melihat orang orangnya. Mereka adalah orang Eropa berkulit putih tapi bentuk badannya seperti orang Asia pada umumnya. Di sini juga banyak ditemukan warung makan Asia. Bentuk rumahnyapun menyerupai bentuk rumah Asia, kecil bertingkat seperti ruko, tak banyak terlihat bangunan megah seperti dari jaman Rennaisance.

Mereka juga sangat fanatik dengan tim sepakbola Barca. Terlihat di mana mana orang memakai baju seragam Barca terutama yang bertuliskan nama Messi. Beruntung kami sempat datang ke stadion besar Barcelona, Camp Nou. Walaupun tak masuk ke dalam, cukup photo photo di luar rasanya senang juga bisa sampai ke stadion raksasa itu.

Di lapangan dekat taman di Arc de Triomph banyak terlihat seniman jalanan sedang beraksi. Barcelona kota yang terlihat lebih bebas dibandingkan kota yang sebelumnya kami lewati. Di sini orang bebas mau apa saja di taman. Banyak atraksi yang mereka tunjukkan ynag menarik untuk dilihat. Cukup dengan memberi uang recehan mereka sudah senang.

Dari Barcelona kami melanjutkan perjalanan terakhir ke Madrid, ibukota Spanyol. Kami menggunakan kereta express. Perjalanan sekitar 3 jam. Sepanjang panjang terlihat tanahnya berbatu dan tandus yang ditanami pohon zaitun, seperti di timur tengah.
Di Madrid kami tak banyak lagi berjalan, karena tujuannya hanya untuk transit sebelum terbang kembali ke Indonesia. Lokasi yang sempat kami singgahi adalah Stadion Real Madrid yang terkenal itu, Bernabeu, hanya photo phot di luar tak masuk ke dalam stadion. Di stadion ini disediakan toko merchandise tim sepakbola Real Madrid tapi harganya mahal juga ya …

Dari stadion ini kami menuju pusat kota Madrid, Plaza Mayor dengan menggunakan bus. Di sini jadwal busnya sangat teratur dan tertera di halte. Jadi kalau sudah tahu jam busnya ga perlu lagi lama lama nunggu di halte. Di pusat kota banyak sekali orang berlalu lalu termasuk para turis penggila belanja. Ya di sini sama seperti di Barcelona banyak dijual barang barang murah.


Jika datang ke Madrid silahkan mencoba sarapan pagi Chocolatte con Curros, semacam cakwe ynag dicocolin ke dalam cairan coklat. Nikmati rasa coklat cair dimulut bersama gigitan Churros. Puas berkeliling sekitar Plaza Mayor kami pulang tak terlalu malam karena besok pagi harus bersiap siap ke Barajas Aeroporto. Setelah transit di Singapure melepas lelah besoknya kami melanjutkan perjalanan ke kampung halaman Pematangsiantar


Puji syukur dalam perjalanan 3 minggu berkelana di 10 kota Eropa kami tak mengalami hal hal yang memberatkan perjalanan. Ada sih drama tapi itu tak menjadikan kami putus asa meneruskan perjalanan. Rasa lelah dan bosan terasa hilang setiap kami tiba di kota tujuan yang baru.
Perjalanan ini tak hanya sekedar mengisi waktu libur sebelum berangkat ke misi berikutnya, tapi juga untuk mempererat hubungan kami sebagai pasangan. Banyak kejadian dan pengalaman yang membuat kami menjadi saling lebih mengerti satu sama lain. Meskipun tak sedikit juga dana yang dikeluarkan tapi rasanya sangat berimbang dengan pengalaman yang didapatkan.
#kami melakukan perjalanan ini bukan karena lari dari kehidupan tapi supaya kehidupan tidak lari dari kami#
Blog yang sangat menarik, semoga maju terus…. Saya teringat Lourdes, penulis Perancis yang terkenal, Emile Zola, mengunjungi Lourdes pertama kalinya di September 1891 dan terkesima oleh banyaknya pejiarah yang mengunjungi Lourdes. Dia kembali di bulan Agustus tahun berikutnya yang merupakan saat yang paling sibuk bagi pejiarah, dan meluangkan waktu dengan pejiarah, melakukan wawancara dan pengamatan yang menjadi basis bagi novelnya ‘Lourdes’ yang terbit di tahun 1894.
Saya mencoba menulis sebuah blog tentang Lourdes, semoga anda suka: http://stenote-berkata.blogspot.com/2019/07/malam-ave-maria-di-lourdes.html
SukaDisukai oleh 1 orang